Saturday, July 7, 2007

Judul Buku : The Wisdom of Harry Potter: Pelajaran Moral dari Pahlawan Favorit Kita
Pengarang : Edmund M. Kern
Penerjemah : Lylian
Penerbit : Gramedia
Tahun Terbit : 2006
Tebal : 307 hlm

Sudah banyak penelitian tentang Harry Potter dilakukan untuk mengungkap rahasia di balik kesuksesan karya sastra populer sepanjang abad 20-21 ini (Ugh! karya ilmiah?tuapek deh). Bagaimana anak-anak betah mengikuti cerita dalam buku yang tebalnya mencapai 500 halaman lebih, seperti sebuah teka-teki yang menyedot perhatian banyak peneliti untuk memecahkannya (Iyu.. jangan jangan ada peletnya kalewww..he3).

Sangat menarik Rowling menciptakan sebuah dunia sihir yang penuh makhluk-makhluk imajinatif dari sejarah, legenda, dan mitos, melambungkan fantasi murni anak-anak dan memperkaya imajinasi orang dewasa (Yup! empu setuju banget, miss Jk.. emang maknyuzz kalo' buat novel). Selain itu Rowling tidak hanya melukiskan citra fantastis, tetapi juga citra yang familier dengan keseharian pembaca (hayo..hayo.. pencitraan.. sapa ingat?ngacung!). Penceritaan Rowling tentang kehidupan murid-murid sekolah Hogwarts, kompetisi antar sekolah Turnamen Internasional Triwizard, peristiwa Piala Dunia Quidditch, kegiatan belanja di Diagon Alley dan Hogshead, begitu mirip dengan dunia pembaca (mirip sih kalo' belanjanya, tapi kan ga seseru di dunia karangannya Jk Rowling..hiks)

Yang lebih menarik, Edmund M. Kern menyajikan pandangannya tentang kehebohan novel Harry Potter tidak hanya dalam segi naratif cerita namun juga pelajaran moral yang tersirat di dalamnya (Moral? dulu ada kan pelajaran PMP.. ingat ga kepanjangannya?). Dia membedah keunikan karakter-karakter dalam Harry Potter yang mempunyai sejarah masa lalu menarik dan terus membentuk kehidupan mereka di masa kini. Setiap karakter memiliki pengaruh masa lalu, mengingatnya, kemudian dengan sadar menghadapi masa depan.Harry tidak hanya mewujudkan kebijakan banyak pahlawan seperti Superman atau Batman, tetapi juga memberi perbaikan lewat kesadaran besar akan pilihan, empati, dan tanggung jawab yang ada karena pengetahuan baru. Sebagai pahlawan dalam proses, Harry mendidik dirinya sendiri seperti halnya orang lain menuntunnya (Yup! aku suka Harry, penuh derita tapi tabah terus.. SEMANGAT!).

Adanya makhluk-makhluk legendaris magis yang digunakan, menunjukkan cara Rowling menyampaikan pelajaran moral yang penting dengan simbol. Grindylow, hinkypunk, kappa, pixy, poltergeist, red cap merupakan simbol kesulitan dan bahaya hidup setiap manusia, namun mereka mudah diatasi jika kita sabar dan cerdas menganggap semua itu hanya gangguan kecil (Iyu! bener banget deh!).

Boggart adalah penganggu yang mengambil bentuk yang paling ditakuti lawannya dan bisa dikalahkan dengan tawa. Itu menandakan yang paling ditakuti setiap manusia adalah rasa takut itu sendiri (aku dulu pas baca mikir deh... kira kira apa yah yang boggart tampakin saat ketemu aku?). Hipogriff meski buas dan tidak menyukai manusia, bisa jinak jika calon penunggang bisa dipercaya (coba di kebun binatang ada Hipogriff).

Kepercayaan dan usaha diri untuk maju adalah inti moral yang hendak disampaikan. Harry Potter bukanlah tokoh pahlawan terpilih yang dipaksa memasuki pertarungan melawan yang jahat. Namun dia adalah pahlawan yang telah dipersiapkan melawan kesulitan-kesulitan yang akan menjemputnya. Dia bukan pahlawan legendaris seperti Raja Arthur yang dalam waktu singkat memenuhi ramalan ketika dia akhirnya berhasil mencabut pedang Excalibur dari sebuah batu di mana tidak ada seorang pun berhasil melakukannya. Harry Potter harus jungkir balik untuk memenuhi ramalan yang dibuat tentang kehebatannya (Iyu.. Harry adalah tokoh yang sejak kecil harus menanggung resiko dari kepopuleran yang tidak diharapnya).

Harry Potter adalah seorang anak remaja yang beranjak dewasa, seperti para pembaca juga. Dia harus menanggung penderitaan yang cukup menyakitkan ketika dia menjadi bulan-bulanan di sekolah atau ketika dia sadar bahwa keberuntungan sematalah yang selama ini melindunginya dari kejahatan penyihir hitam Lord Voldemort. Hingga dia membutuhkan waktu enam tahun berdarah untuk menyadari arti bertambah dewasa, bertambah pula rasa sakit. Sebuah nilai moral yang tampak sepele namun banyak dilupakan.

Selain itu perebutan kekuasaan antar golongan muncul sebagai persoalan inti dalam novel Harry Potter. Golongan penyihir hitam Lord Voldemort hendak menggunakan kekuasaan itu untuk mendirikan dinasti pure-blood. Sedangkan golongan lainnya hendak mencegah kekuasaan jatuh ke tangan yang salah. Jika ditinjau keadaan masyarakat dunia, peristiwa berdarah yang melibatkan kebencian antar kelompok sering kita jumpai. Sebut saja Hitler yang pernah memburu kaum yahudi dari tanah kekuasaannya, kemalangan suku Kurdi di Iraq dan tak luput pula peristiwa Sampit, Poso, GAM di tanah air kita (Huyy syereeem).

Dalam titik ini, penyimpangan moral Lord Voldemort, mengajak pembaca untuk mengamati perilaku pemimpin dunia yang secara sadar menginjak-injak hak asasi bangsa lain berdasar kebencian chauvinisme namun bersembunyi dalam kedok perdamaian (Yup! betul itu! ada saran buat pemimpin kita? biar bijak kaya' Dumbledore?).

Dalam buku ini, penulis dengan apik mengombinasikan unsur moral yang di tulis Rowling melalui kaca mata sejarah, legenda, dan mitos. Sehingga anak-anak dapat mendorong imajinasi mereka bekerja dan realistis memandang dunia (Imajinasi itu penting lhoo..). Tak berlebihan jika buku ini dapat dikategorikan sebagai pedoman baru yang berguna bagi orangtua untuk mendiskusikan pengertian moral dalam novel Harry Potter dengan anak mereka (Hi..hi..hi.. ortu empu sempat ga yah diskusi peran moral Harpot?). (*)


Dicopas dan dikomentarin Empu dari web penulis lepas.. buat pengetahuan untuk Tamu tamu blog.. hew3

Lutfi Fadila, penulis tinggal di Malang.

http://klipingfpkm.multiply.com/

No comments: